Selasa, 17 Agustus 2021

JENIS - JENIS KRITIK SENI

KRITIK JURNALISTIK

Ulasan ringkas dan jelas mengenai pameran seni rupa untuk para pembaca surat kabar, majalah, dan jurnal seni. Pekritik jurnalistik berupaya menyenangkan dan memuaskan rasa ingin tahu para pembaca yang beragam mengenai dunia seni.
Pada jurnal seni sering muncul kritik pedas yang ditujukan untk museum dan lembaga sosial yang gagal memberi dukungan kepada peseni favorit mereka. Sehingga menyulut timbulnya perdebatan kritik yang tajam dan sangat kuat merefleksikan perbedaan pendapat. Pekritik seni seperti Hilton Kramer dan Frank Getlein, dengan mewawancarai Action Painting Harold Rosenberg dan Thomas Hess menciptakan forum bebas pendapat yang luas di tahun 1950-an.
Karena pada umumnya pewarta atau pekritik seni jurnalistik memiliki waktu yang terbatas (dead line), maka informasi yang disampaikan memiliki risiko besar tidak akurat, analisis yang bersahaja, penarikan kesimpulan yang cepat, membuat pemahaman pekritik jurnalistik cenderung berisi sekumpulan opini tentang reputasi seni kontemporer yang sedang berkembang.




KRITIK PEDAGOGIK

Tujuan utama kritik pedagogik mengembangkan bakat dan potensi artistik estetik peserta didik sehingga mereka memiliki kenampuan mengenali bakat dan potensi pribadi seninya masing-masing. Jenis kritik ini diterapkan oleh dosen atau guru kesenian di lembaga pendidikan kesenian, juga di sekolah umum atau kejuruan.
Pekritik pedagogik wajib memahami standar nilai dunia seni profesional, melakoni peran pekritik seni, meskipun standar nilai profesional tersebut tidak digunakan sebagai kriteria menilai karya peserta didiknya. Opini dan standar nilai seni kontemporer dipergunakan sebagai pemicu timbulnya kegiatan diskusi antar dosen-guru dengan peserta didik, atau antar sesama peserta didik.
Kegiatan menganalisis dan menafsirkan karya mahasiswa-siswa adalah demi kemajuan dan kepentingan mahasiswa-siswa sendiri. Pekritik pedagogik berupaya membimbing bagaimana proses mendeskripsi, menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi karakter seni yang dibuatnya sendiri.




KRITIK AKADEMIK

Kritik akademik biasanya melakukan pengkajian nilai seni secara luas, mendalam dan sistematis, baik dalam menganalisis karya seni maupun dalam melakukan kaji banding kesejarahan dalam pembuatan “critical judgement”. Untuk itu, dipergunakan metodologi penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan estetik.
Dengan kepekaan kritis yang luas dan total pekritik akademik menentukan nilai seni dengan
mantap
dan tegas. Jenis kritik ini biasanya berkembang di lembaga pendidikan tinggi kesenian, dan dipublikasikan pada jurnal seni atau jurnal penelitian di kampus-kampus.
Kritik akademik dapat mengangkat tokoh baru dalam sejarah seni rupa. Hal itu dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang akurat yang menunjukkan inovasi kreatif yang dilakukan perupa tersebut. Sebaliknya kritik akademik pun dapat membatalkan ketokohan seorang peseni yang telah populer di tengah masyarakat, bila tokoh tersebut tidak benar melakukan inovasi kreatif artistik-estetik apapun, sebagaimana selama ini menjadi pendapat umum. Jadi, dapat dikatakan kritik akademik bersifat netral dan adil dalam menyimpulkan kebenaran nilai seni.
Di Indonesia, kritik akademik belum berkembang, karena jurnal seni kita belum membuka ruang yang nemadai bagi hidup dan pertumbuhan jenis kritik ini. Jurnal seni kita masih didominasi oleh laporan penelitian.




KRITIK POPULER

Ada sejumlah orang menilai seni secara intuitif, kesepakatan mereka dalam mengkritik begitu konsisten dalam sejarah. Sehingga opini dan standar intuisi harus diterima sebagai sumbangan yang membangun dalam kreativitas seni rupa. Cita rasa seni mereka akan nilai seni adalah kesetiaan pada fakta visual. Hal ini berarti bertumpu pada gaya seni rupa realisme atau naturalisme.
Tegasnya, masyarakat akan terus membuat penilaian kritis, tanpa pengetahuan dan keahlian di bidang kritik seni, mereka menilai seni tanpa mempertimbangkan apakah penilaian yang mereka buat tepat atau tidak.
Konsep seorang “avant garde” atau kelompok peseni yang bekerja mengembangkan selera pop, menganggap eksistensi selera pop sebagai pilihan
terbaik
di antara sekian pilihan konvensional. Dari fakta di lapangan ditemukan karya-karya kritik populer yang baik.




KRITIK KONTEKSTUAL

Kritik kontekstual berusaha menelururi aspek sosial, psikologis, dan historis karya seni rupa. Seni adalah aktivitas sosial. Pakar antropologi mengkaji masalah kesenian suatu kebudayaan sebagaimana mereka mempelajari struktur kebudayaan tersebut.
Pada awalnya, pekritik seni rupa berpedoman pada kaidah seni Yunani dan masa kejayaan Renaisans. Akan tetapi sekarang para pekritik seni percaya karya seni ‘masterpiece’ ditentukan oleh ‘subject matter’ atau ‘style’-nya. Pengkajian seni dilakukan dengan mempelajari asal-usul karya seni dan aspek yang mempengaruhinya.
Kritik kontekstual menempatkan seni pada kedudukan yang wajar. Seni murni bukan suatu misteri spiritual. Seni tersebut tumbuh dalam lingkungan hidup manusia guna menjawab kebutuhannya. Asal-usul seni sangat bervariasi. Ketika berkarya para peseni mengekspresikan nilai yang berbeda pada waktu dan kebudayaan yang berbeda pula. Penganut kritik kontekstual percaya bahwa keanekaragaman seni seharusnya dinilai menurut kodratnya masing-masing.




KRITIK IMPRESIONIS

Menurut Anatole France, pekritik seni yang baik ialah yang menyambung pengembaraan imaji atau jiwanya di antara karya-karya seni. Ia mencatat, melukiskan ide, citra, suasana jiwa, dan emosi yang hidup dalam dirinya ketika mengadakan kontak dengan karya seni. Tokoh kritik impresionis adalah Oscar Wild dalam seni sastra, Debussy dalam seni musik, dan Pater dalam seni rupa.
Pendapat pekritik impresionis bertolak belakang dengan kritik objektif yang menggunakan kaidah, mereka meletakkan persoalan “apakah seni rupa, musik, atau karya sastra memukau dan hadir dalam kehidupan pribadi saya? Efek apakah yang diberikannya pada diri saya? Jika demikian sejauh mana?”. Selanjutnya pekritik mengontrol imajinasinya secara bebas seraya mengamati karya seni. Kritik impresionis tidak memerlukan batasan apapun dalam karya seni. Semua karya seni pada dasarnya sampai kepada kita dengan rasa takjub yang tak terbatas.




KRITIK INTENSIONALIS

Kritik seni intensionalis lahir sebagai reaksi terhadap kritik impresionisme. Jenis kritik ini muncul berulangkali dalam sejarah kritik seni. Terdapat sepanjang abad ke 19, meresponse romantisisme yang menitikberatkan pada kepribadian individu dan keunggulan seorang peseni. Respons tertinggi pada seni sangat berkaitan dengan niat seni kteatornya.
Kritik intensionalis senantiasa merupakan desakan simpati estetik. Intensionalisme adalah ‘term’ psikologi yang merujuk pada dorongan kreatif yang menggerakkan peseni untuk berkarya, yakni konsep sebelum, selama proses kreatif, sampai terwujud menjadi sebuah karya seni. Intensinya ialah tujuan aktivitas penciptaan dan harapan psikologis seperti yang dibayangkan peseni.





KRITIK INTRINSIK

Matthew Arnold mengatakan: “To see the object in itself as it really is.” Kritik intrinsik memusatkan pengkajian nilai seni khusus pada gejala intrinsik karya seni rupa semata. Dengan kata lain, mengesampingkan semua hal yang tidak dapat diamati pada karya seni. Pekritik yang menerapkan tipe kritik ini di antaranya Roger Fry dan Hanslick. Dengan demikian nilai seni dengan sendirinya terdapat pada bentuk seni itu sendiri.
Kritik intrinsik yang dikemukakan oleh Jerome Stolnitz pada dasarnya sama dengan kritik formalisme versi Feldman, yakni jenis penilaian kritis yang menitikberatkan ekselensi karya seni pada tatanan formalnya. Sintesis unsur visual seperti garis, volume, cahaya, bayangan, dan warna menghasilkan bentuk seni yang menggugah emosi pengamatnya.
Kritik intrinsik menerapkan kriteria penilaian seni dari hasil seni itu sendiri, sebab penilaian ekstrinsik menurut anggapan mereka bukan penilaian seni, karena bentuk objektif karya seni sering sekali diabaikan.
Jika pekritik intrinsik mengamati patung (Gambar 1) maka yang dinilai adalah hubungan unsur visual yang terdapat dalam perwujudan patung itu sendiri. Bila patung tidak memiliki kemampuan menggugah pengamat secara emosional berarti patung belum memiliki apa yang disebut ‘significant form’ atau ‘drama plastik’. Jadi belum dapat dikatakan berhasil secara estetis. Akan tetapi, jika patung tersebut mampu menghadirkan suasana emosional dalam kontemplasi estetis, berarti tatanan unsur visualnya sudah memiliki kesatuan utuh. Dengan demikian, patung tersebut dianggap berhasil menyajikan bentuk estetis karya seni.




KRITIK NORMATIF

Kritik normatif adalah ilmu seni untuk menilai dan memberi keputusan bermutu tidaknya suatu karya seni. Suatu karya diuraikan dan dianalisis unsur dan normanya. Diperiksa satu persatu kemudian ditentukan berdasarkan hukum penilaian. Dipertimbangkan seluruh penilaian terhadap bagian-bagian yang merupakan kesatuan erat, dengan menimbang mana yang bernilai mana yang tidak, pekritik menentukan bernilai tinggi atau tidaknya suatu karya seni.
Kritik normatif mengasumsikan mutlaknya kriteria dalam pengkajian nilai seni. Misalnya kriteria moral, salah-benar, daya emosi dan lain sebagainya. Sebab tanpa kriteria sebagai standar penilaian seorang pekritik sukar menentukan mana karya seni yang baik dan mana yang buruk.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar