Selasa, 21 Juli 2020

Kreativitas dan Produktivitas

Pembahasan tentang perwujudan karya seni tidak dapat diakhiri tanpa menyebut bahwa antara perwujudan karya seni terdapat dua macam perbuatan yang berbeda secara mendasar :
  • Kreativitas, menghasilkan kreasi baru.
  • Produktifitas, menghasilkan produk baru, yang merupakan ulangan dari apa yang telah terwujud, walaupun sedikit percobaan atau variasi didalam pola yang telah ada.
Diantara kedua jenis ini terdapat perwujudan yang bukan sepenuhnya Kreasi baru, yang bersifat peralihan ditengah, yang memasukkan unsur-unsur yang baru kedalam sesuatu yang telah ada, atau mengolahnya dengan cara yang baru, yang belum pernah dilakukan, yang bersifat “original” (asli). Karya demikian yang disebut gegubahan, atau pengolahan : adalah suatu pelaksanaan yang berdasarkan pola pikiran yang baru atau pola laksan – seni yang baru, yang diciptakan sendirikreativitas menyangkut penemuan sesuatu yang “ seni” nya belum pernah terwujud sebelumnya. Apa yang dimaksudkan dengan “seni”nya tidak mudah ditangkap, karena ini menyangkut prinsipil, dan konseptual. Yang dimaksudkan bukanlah hanya “wujud” yang baru, tetapi adanya pembaharuan dalam konsep-konsep estetikanya sendiri, atau penemuan konsep yang baru sama sekali.baiklah kita ambil beberapa contoh-contoh dari apa yang sudah kita kenal dari lingkungan kita sendiri.

Dalam seni lukis dan seni patung tradisional di Bali, wujud-wujud figur dibuat sesuai dengan wujud-wujud yang dikenal dari pewayangan. Patung-patung yang kita lihat seperti hiasan dimuka pintu gerbang dan di tempat-tempat yang lain, menampilkan wujud, proporsi, tegak susunan tertentu, menurut pola yang kita sebut “klasik” Bali. Tegak patung-patung itu biasanya seperti apa yang kita lihat sebagai agem dalam tarian bali. Seorang seniman bisa membuat variasi-variasi apasaja tanpa mengubah prinsip kesian yang tertuang didalamnya. Perubahan-perubahan itu bisa mngenai ukuran, tegak, proporsinya, dan sebagainya. Tapi bila sekarang kita meninjau pada apa yang dibuat oleh Ida Bagus Nyana pada tahunan tiga puluhan yang lazim disebut togog pepulung, maka jelas sekali terlihat pola kesenian yang berlainan. Bentuk-bentuk yang mendasarinya, proporsi dan susunannya jauh lebih sederhana, tetapi lebih jelas memperlihatkan watak dari perwujudannya. Patung itu tidak memerlukan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya, seperti yang kita tahu yang mana gelungan dari sang Arjuna, yang mana dari sang rama, raksasa dan sebaginya. Pada patung pepulungan secara langsung dapat dikenal maksudnya oleh orang yang awam, misalnya yang baru datang dari luar negeri karena ekspresinyabersifat universal. Pepulungan merupakan pola kesenian baru dalam seni patung begitu pula hanya dengan apa yang dibuat oleh pematung I Nyoman Cokot. 

Seni pepulungan kini sudah menjadi satu style atau selera. Seniman siapa saja dapat membuat patung mengikutistyle tersebut, tidak berkreasi tetai memproduksi menurut contoh atau style yang sudah ada. Begitu juga seorang seniman tidak bisa dilarang membuat patung “style” Cokot dengan membuat variasi seenaknya ; tidak bisa dituding atau menjiplak ciptaan Cokot, dan tidak bisa dituntut melanggar hak cipta.

Dalam seni seni tari klasik wayang orang dijawa, gerak, tabuh, dan suasana wajah para penari mengikuti tradisi yakni apayang telah ditentukan sejak dahulu kala. Disana wajah-wajah hampir tidak mempunyai atau memperlihatkan ekspresi. Dalam seni dram modern perasaan manusia justru diperlihatkan dengan ekspresi yang sejelas mungkin. Seni tari yang merupakan perkawinan antara tari klasik dengan drama modern, polanya baru. Setelah seni sendratari menjadi suatu pola kesenian yang baku, tidak lagi setiap sendratari dengan lakon yang belainan dapat disebut ”kresi baru”. Akan tetapi sendratari dengan mengelola criteria bukan lakon klasik, tetapi cerita ciptaan baru sama sekali, atau pinjam dari luar, misalnya Macbeth, sendratari yang baru dibuat itu patut disebut “kreasi baru”.

I Mario, penari dan pencipta tari kebyar duduk, menemukan kreasi baru ini secara kebetulan thn 1921-1923. pada suatu malam, ia sedang menonton latihan Gong Kebyar di desa Bali utara, ia dikenalkan oleh pemimpin Gongnya sebagai penari gandrung yang semalam sebelumnya menari didesa tersebut.ia dipanggil dan diminta menarikan Gandrungnya denga diiringan tabuh Gong kebyar . Pada zaman itu para penabuh Gong Kebyar mengitari ruang persegi dimana dua juru kendang dengan jur penabuh dengan mengarang gerak-gerak yang baru sesuai dengan tabuh dan irama kekebyaran. Dengan terbawanya oleh tabuh gamelan ia sebagai gandrung berkeinginan untuk nepek (mencari lawan penari dari penonton) tetapi ia tidak bisa keluar dari kalangan segi ampat itu yang dikelilingi oleh gamelan. Terpaksa ia nepek tukang kendangnya. Orang ini juga sangat tertarik dan girang untuk menari tetapi tidak bisa meninggalkan kendangnya hingga ia menari dengan posisi duduk sembil memainkan kendangnya. Untuk menarikkan cium-ciumannya dengan pemain kendang itu Mario terpaksa duduk juga dan meloncat kekiri dan kekanan untuk “menghibur” kedua juru kendang bergiliran. Kemudian ia juga nepek pemain gangsa dan dengan demikian timbul secara sponta asal mula dari tarian kebyar duduk . pada kesempatan lain Mario yang memang sifatnya agak nakal dan suka bercanda, tiba-tiba merampas kedua penggul dari pemain teropong dan secara spontan menarikan kedua panggul itu sambil memainkannya sewaktu-waktu memukul terompong mengikuti permaianan gamelannya. Tarian baru tercipta lagi : tari kebyar terompong. Tarian ini salanjutnya disemurnakan saat Mario menjadi penari tetap dengan gamelan Gong kebyar belaluan yang ditampilkan dua kali seminggu untuk wisatawan di Bali hotel denpasar. Ini merupakan suatu antara banyak contoh-contoh kreasi yang terwujud tanpa direncanakan, secara spontan dengan inprovisasi setempat.

Dalam gamelan bali kita mengenal ceng-ceng yang berfungsi memberi bunyi pelengkap tabuh unutk menggaris bawahi ritme. Ada saatnya bersama kendang membentuk suatu suara gabungan yang mempunyai karakter yang khas dalam tatabuhn kita. Bilaingin menyelidiki nada-nada dari masing-masing pasangan ceng-ceng dan berhasil membuat semacam urutan nada-nada tertentu, (apakah itu selendro, pelog,atau yang lain yang baru) yang dapat diolah menjadi komposisi yang utuh maka ia akan berhasil menciptakan suatu pola karawitan baru. Cara-car memainkan ceng-ceng itu bisa bermacam-macam, misalnya bisa digantung dan dipukul, bisa digesek dan sebagainya. 

Untuk disebut „‟kreasi baru‟‟ tidak selalu adanya perobahan sedemikian radikal seperti contoh diatas. Perubahan itu harus merupakan suatu perubahan yang mendasar, yang prinsipil. Perubahan itu bisa mengenai komposisi gamelan, seperti membuat unit yang terdiri dari sepuluh buah gender wayang, bisa juga mengenai jenis pelaku, busana penari, atau tentang bobot dan tujuan karya seni. Perubahan yang prinsispil tidak terlalu besar dalam penampilannya sendiri. Contoh, saat mario menciptakan tari Oleg Temulilingan, penari Olegnya pada satu saat mengambil ujung kedua oncernya dan memainkan setinggi mungkin diatas kepalanya. Dengan perbuatan ini ia harus mengangkat sikunya lebih tinggi dari pada bahunya dan, lebih berani lagi ketiaknya diperlihatkan. Dalam tari Palegongan yang dijadiakn dasar untuk tari Oleg temulilingan itu, menurut paham klasik sebenarnya sikut penari tidak boleh lebih tinggi daripada bahunya, hingga Tari Oleg sudah merombak pola dasar klasik itu, dan menempuh pola baru. Tari Oleg mengandung suatu pola yang tidak ada sebelumnya.

Kemudian pola yang baru itu lebih dikembangkan dan disempurnakan serta dipakai dalam tarian lain, misalnya dalam Tari Manukrawa Tari ini merupakan kreasi baru, bukan karena memakai pola yang baru itu. Dilihat dari pola baru yang telah ada pada Temulilingan, Tari Manukrawa merupakan produksi baru, tetapi dalam segi lain Manuk rawa telah juga merupakan kreasi baru karena menempuh pola-pola gerk yang belum ada sebelumya, seperti gerak-gerik lehernya dan langkah-langkah kaki dimana lututnya diangkat tinggi kemuaka disusul dengan melempar kakinya kebelakang. 

Perubahan yang tidak mendasar, misalnya hanya dengan merubah bentuk, suara, warna, ucapan-ucapan, cerita dan sebagainya, buakan kreasi baru tetapi variasi baru, atau yang diubah banyak jumlahnya, bisa disebut produksi baru dan kalau sudah sering dipentaskan dan menjadi baku, bisa disebut versi baru. Memang adalah lebih mudah untuk membuat versi dari kreasi baru. 

Untuk menghindari salah pengertian perlu diingatkan bahwa penggolongan “kreasi baru‟‟ dan “produksi baru” sama sekali tidak mengandung evaluasi yang menyangkut mutu seninya masing-masing. Banyak produksi baru yang sangat tinggi mutu seninya, dan banyak juga kreasi-kreasi baru yang tidak bermutu dan segera musnah karena tidak mendapat sambutan atau dukungan yang cukup dari masyarakat. Hanya kreasi-kreasi yang bermutu dan membuat masyarakat terpaku berkat kualitannya, dengan sendirinya akan bertahan dan bisa berkembang terus.

Bila seorang pelukis yang biasanya melukis potret manusia, namaun pada suatu saat melukis pemandangan, belum bisa disebut bahwa ia menciptakan kreasi baru. Banyak pelukis lain yang sudah melukis pemandangan apakah terdapat ciptaan baru tergantung dari masalah, dalam karyanya ia tuangkan sesuatu yang prinsipil baru, yang mendasar, yang membawa konsepsi baru dalam seni lukis. Misalnya dalam pemandangan ia bisa ungkapkan menurut konsep yang baru, dengan cara melihat yang lain daripada yang biasa. Para pelukis yang menciptakan konsep impresionisme pada akhirny abad XIX di Paris memang membawa konsepsi baru. mereka membawa pandangan baru kepada masyarakat tentang bagaimana manusia bisa melihat merasakan menginterpretasi dunia sekitarnya. Mereka melihat dunia sebagai perwujudan yang terjadi didalam jiwa manusia, akibat proses yang timbul dengan impresi dari warna-warni yang dinikmatinya.

Kreasi baru seringkali mendapat pengikut-pengikut terdiri dari para seniman yang sama pandangnya dan menumbuhkan dikalangan seniman suatu style atau gara baru. Begitu halanya juga terjadi dengan gaya kubisme yang melihat semua perwujudan terdiri dari bentuk-bentuk garis, bidang dan ruang yang menampilkan siku-siku lurus. 

Sebaliknya, untuk menciptakan „kreasi baru‟ sang seniman sama sekali tidak perlu berpijak pada suatu gaya yang baru baginya sendiri. Ia tetap bisa memakai gayanya sendiri yang lama. Dalam hal yang demikian “kreasi baru”nya berkisar pada bobotnya, gagasan atau pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Bila pesan itu sama seperti yang telah pernah disampaikan oleh seniman lain misalnya pada masyarakat apa yang ia buat bukan lagi kreasi tetapi produksi yang baru.

Para seniman pengrajin (seni-kriya) lebih banyak menghasilkan produksi dari pada kreasi. Justru dalam kesenian ini kita tidak boleh beranggapan salah bahwa mutu seni dari priduksi lebih rendah daripada mutu seni kreasi baru. Malahan sering kali mutu seninya melebihi oleh karena justru dalam seni kriya mutunya lebih banyak tergantung pada keterampuilan sang seniman dan bahan yang dipakai. Boleh jadi sang seniman pencipta (designer) belum memperoleh cukup kesempatan untuk berlatih diri menyempurnakan tekniknya, hingga tidak mencapai penyempurnaan hasil karya yang diangan-angankan.

28 komentar:

  1. Della Yulita Anggraeni X-DKV:hadir pak

    BalasHapus
  2. Jeni indriyani X-DKV, hadir

    BalasHapus
  3. Venesia setiawan X-DKV hadir

    BalasHapus
  4. Cindy Laurent X-DKV, Hadir pak

    BalasHapus
  5. Mahima puja lestari X-DKV hadir

    BalasHapus
  6. Zhovan Yulianto Pratama X DKV hadir pak

    BalasHapus
  7. SHEVIA ALMA HERA X-DKV (hadir)

    BalasHapus
  8. Kamil Nur X-DKV Hadir pak

    BalasHapus
  9. Widya Metta Setiawan X-DKV hadir

    BalasHapus
  10. Suci Tri Mulyani, X Dkv hdir pak

    BalasHapus
  11. Cristabel Caroline X DKV, Hadir pak

    BalasHapus
  12. Nanda Kalista as X-DKV hadir pak

    BalasHapus
  13. Luna Rahma Setiawan X DKV, hadir pak

    BalasHapus