Jumat, 13 September 2019

Hubungan menggambar dengan Fotografi

    Gambar, pelajaran seni dasar adalah yang paling mendasar, sangat erat terkait dengan fotografi. Bahkan, untuk dapat mengambil materi fotografi, biasanya siswa / i harus terlebih dahulu mengambil materi gambar terlebih dahulu.

    Saat ini, banyak hobi fotografi tidak banyak yang menguasai ilmu menggambar, sangat disayangkan.
Memang, untuk menjadi fotografer yang baik, tidak perlu harus bisa menggambar, tapi, dengan menguasai ilmu ini, maka fotografer yang baik ini akan menjadi fotografer yang hebat.
Mengapa menggambar berkaitan erat dengan fotografi?
Masih ingat dulu ketika duduk di sekolah dasar?
Kami diajari untuk menggambar bentuk sederhana seperti silinder, kubus, kotak, kerucut dan sebagainya.
Kemudian kita diminta untuk mengarsir bagian bayangannya.
Ini pertama kalinya kita belajar dengan arah cahaya.
Kemudian kita dibimbing untuk dapat membuat komposisi gambar bentuk yang seimbang.
Selanjutnya kita belajar perspektif dengan garis horizon dan sudut pandang.
Dasar-dasar menggambar dan dasar fotografi kurang lebih sama yaitu peka terhadap bentuk, cahaya, komposisi, perspektif dan lain-lain.

    Perbedaan utama menggambar dengan fotografi adalah, pelajaran menggambar membutuhkan waktu karena kita harus belajar mengendalikan jari-jari kita dan motorik halus.
Selain itu kita juga harus belajar untuk bersabar dan menyeluruh.
Sementara fotografi seperti menggambar yang hasilnya dapat diperoleh secara instan, terutama setelah era digital sekarang.

    Lalu, masih perlukan belajar menggambar?
Saya pikir untuk fotografer yang ingin menghasilkan karya-karya hebat, juga perlu belajar menggambar.

    Gambar membuat kita lebih sensitif dan memahami tentang bentuk, perspektif, cahaya, komposisi, dan sebagainya..
Hal ini memperkuat dan mengembangkan fondasi fotografi kita.

Fotografi mati suri

    Fotografi secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini kalau kita membicarakan fotografi yang menyangkut teknologi. Namun, kalau kita membicarakan masalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi sangatlah panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya "fotografi" sudah tercatat sebelum Masehi.

    DALAM buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi.
Kemudian, pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong.

    Hanya sebatas itu informasi yang masih bisa kita gali seputar sejarah awal fotografi karena keterbatasan catatan sejarah. Bisa dimaklumi, di masa lalu informasi tertulis adalah sesuatu yang amat jarang.

    Demikianlah, fotografi lalu tercatat dimulai resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya.

    Adalah tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.

    Penemu fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Tapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.

    Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya.
Sebenarnya, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.

    Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta imaji.
Metode Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari.

    Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis.
Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia.

    FOTOGRAFI kemudian berkembang dengan sangat cepat. Tidak semata heliografi lagi karena cahaya apa pun kemudian bisa dipakai, tidak semata cahaya matahari.
Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun telah menjadi sebuah aliran tersendiri dalam fotografi.

    Cahaya yang dinamai sinar-X kemudian membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran.
Pada tahun 1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan pemanfaatan sinar-X untuk pemotretan tembus pandang. Temuannya ini lalu mendapat Hadiah Nobel dan peralatan yang dipakai kemudian dinamai peralatan rontgen.

    Cahaya buatan manusia dalam bentuk lampu sorot dan juga lampu kilat (blits) kemudian juga menggiring fotografi ke beberapa ranah lain. Pada tahun 1940, Dr Harold Edgerton yang dibantu Gjon Mili menemukan lampu yang bisa menyala-mati berkali-kali dalam hitungan sepersekian detik.
Lampu yang lalu disebut strobo ini berguna untuk mengamati gerakan yang cepat. Foto atlet loncat indah yang sedang bersalto, misalnya, bisa difoto dengan strobo sehingga menghasilkan rangkaian gambar pada sebuah bingkai gambar saja.

    Demikian pula penemuan film inframerah yang membantu berbagai penelitian. Kabut yang tidak tembus oleh cahaya biasa bisa tembus dengan sinar inframerah. Tidaklah heran, fotografi inframerah banyak dipakai untuk pemotretan udara ke daerah-daerah yang banyak tertutup kabut.
Kemajuan Pesat

    KEMAJUAN teknologi memang memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar mesin jahit hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.

    Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat kabar mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran.

    Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada tahun 1880 yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar.

    Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton.

    Banyak cabang kemajuan fotografi yang terjadi, tetapi banyak yang MATI di tengah jalan. Foto Polaroid yang ditemukan Edwin Land, umpamanya, pasti sudah tidak dilirik orang lagi karena kini foto digital juga sudah nyaris langsung jadi.

    Juga temuan seperti format film APSS (tahun 1996) yang langsung MATI SURI karena teknologi digital langsung masuk menggeser semuanya.

Fotografi saat ini

    Perkembangan fotografi saat ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak awal diperkenalkannya pada tahun 1826. Kini para fotografer tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui hasil gambar yang dia dapat, cukup melihat preview yang ada di memory kamera digital miliknya. Untuk pengoperasionalannya pun tak sesulit fotografi pada awal ditemukannya, kini seorang anak kecil pun sudah bisa menggunakan kamera untuk mengambil gambar. Begitu mudahnya fotografi saat ini menjadikan fotografi terkesan mudah karena sudah dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Selain itu, alat perekam gambar pun kini bisa kita temui dengan mudahnya, mulai dari kamera pocket digital, mp4, serta handphone pun sudah memiliki fasilitas perekam gambar digital.
    Hadirnya era digitalisasi yang terus menembus pelosok kota, bahkan hingga pelosok desa telah mengundang kekaguman semua lapisan masyarakat, terutama karena praktis dan kemudahan dalam pengoperasionalannya sehingga membawa fotografi kedalam ruang lingkup yang lebih luas dan merangkul seluruh lapisan masyarakat. Dari orang tua, dewasa, remaja, hingga anak – anak baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah, semuanya sudah bisa menghasilkan karya fotografi. Pada era digitalisasi seperti sekarang ini, sang fotografer masa kini tidak lagi dipusingkan oleh developer, fixer dan enlarger, mereka tinggal colok ke computer, dan print hasil gambar yang diperolehnya dengan menggunakan printer. Bahkan saat memotret pun, sang fotografer masa kini tidak perlu memikirkan berapa diafragma dan speed yang digunakan karena kemudahan yang diberikan oleh fasilitas automatis kamera yang dimilikinya.

-bersambung-

Senin, 09 September 2019

My First Love....

I see you...
I hear you...
I feel you...

In every dream in my sleep...
I see you guide me...
In every mistakes that i make...
I hear you remind me...
In every path that i choose...
I feel you occompany me...

In my blood, your blood flows...
In my breath, blow your breath...
Your prayer always accompany my dreams...
Your knowledge always guide me...

You are my nurse when i sick...
You are my compass in my path...
You are my water in my thirst...
You always there when i need you...

How can i say your name...
When a thousands love word can't describe your beauty...
You are my universe...
Wherever you are, there’s where my heart is...

You're always there when i need you...
In every part of my body...
In my blood...
In my breath...
In my dreams...
In my pray...
You are my first love...
You are my true love...
Today...
Tomorrow...
Forever...
I will always Love you...


Mom....






Jumat, 26 Juli 2019

Unsur Seni Rupa

Dalam proses kerja, diperlukan elemen yang sesuai dengan prinsip-prinsip komposisi yang harmonis.

Unsur Rupa

Unsur Rupa adalah elemen yang digunakan untuk merealisasikan atau menciptakan karya seni.

1. Titik
Awal garis. Titik adalah unsur rupa terkecil.
Semua bentuk dihasilkan dari titik. Titik bisa menjadi pusat perhatian ketika titik berkumpul dan satu memiliki warna yang berbeda. Titik yang diperbesar disebut bintik.

2. Garis
Berawal dari titik dan berakhir pada titik.
Setiap baris dapat mewakili sifat, misalnya:
- Garis horizontal: mewakili tenang, tenang, kedamaian, pasif
- Garis diagonal: mewakili gerakan, gerakan, dinamika, tidak seimbang, gesit, gesit, gerak, lari
- Garis vertikal: mewakili sifat-sifat yang tidak bergerak stabil, luar biasa, kuat, statis
- Garis melengkung: mewakili sifat dinamis, kuat dan luas
- Garis lengkung S: Gerakan indah, dinamis dan luwes. Nama lainnya adalah The line of beauty.
- Garis Zig-Zag : mewakili semangat, berbahaya (bersemangat) bahaya, mengerikan, gugup.

3. Bidang.
Area yang dibatasi oleh garis. Bidang biasanya dalam bentuk 2 dimensi.

4. Bentuk
Gabungan dari beberapa bidang
- Bentuk 2 dimensi dibuat di bidang datar dengan batas garis yang disebut kontur.
- Bentuk 3 dimensi dibatasi oleh ruang di sekitarnya.

Sifat atau karakteristik dari setiap bentuk:
- Bentuk biasa: kubus, balok, dan persegi
Berkesan statis, stabil dan formal. Saat menjulang, itu bagus dan stabil.
- Bentuk melengkung, bulat atau bola tampak dinamis, labil dan bergerak.
- Bentuk runcing: segitiga, prisma, piramida, kerucut, mengesankan aktif, energik, tajam dan memimpin.

5. Ruang
Area di dalam dan di luar suatu objek.
Ruang dibagi menjadi:
- Ruang positif: ruang yang ditempati bentuk
- Ruang negatif: uang yang Brada mengelilingi bentuknya.

6. Warna.
Kesan cahaya yang ditangkap oleh mata. Warna muncul dari cahaya, perbedaan warna sangat tergantung pada intensitas cahaya (gelap terang) dan arah cahaya.

Warna dibagi menjadi 3, yaitu:
- Warna primer: warna dasar, warna yang tidak diproduksi dari campuran warna apa pun. Yang termasuk dalam warna primer berwarna merah, kuning dan biru,
- Warna sekunder: Warna yang dihasilkan dari campuran 2 warna primer. Warna sekunder berwarna hijau (biru + kuning), ungu (merah + biru) dan oranye (merah + kuning)
 - Warna Tersier: Warna yang dihasilkan dari campuran 3 warna primer. Itu berwarna coklat, warna yang dihasilkan dari campuran merah, kuning dan biru.

Setiap warna dapat mewakili sifat-sifat tertentu:
- Merah: api, panas, marah, bahaya, pemberani, hidup
- Putih: Suci, mati, bersih, tidak bersalah dan jujur
- Kuning: matahari, cerah, sukacita, kecemburuan, benci, cerah
- Emas: Mahsyur, Agung, Luhur, Jaya
- Cokelat: Stabil & Kuat
- Orange / Orange: Masak, Senang, Senja, Ceria
- Biru: Tenang, Kenyataan, Kedamaian, Kebenaran, Setia, Kesedihan
- Hijau: dingin, dingin, segar, mentah, pertumbuhan, harapan
- Pink: Romantis, Ringan
- Purple / Tilapia: kekayaan, berkabung, bangsawan, kemewahan, berisi rahasia
- Hitam: tragedi, kematian, kesedihan, okultisme, kegelapan, tegas dan dalam

7. Tekstur
Sifat permukaan suatu benda. Nilai Raba pada permukaan yang memberi karakter suatu objek.
Tekstur dibagi menjadi 2, yaitu: tekstur nyata / nyata / nyata dan tekstur semu / maya / imajiner.

Selasa, 23 Juli 2019

WAWASAN SENI RUPA

Pengertian seni

Menurut Ki Hajar Dewantara “seni adalah perbuatan manusia yang timbul dan hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya”
Menurut kamus besar bahasa Indonesia “keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dsb)”

Pengertian SENI RUPA

SENI RUPA pada dasarnya dengan jenis seni lain intinya adalah sama, yaitu sama – sama buatan manusia yang mengandung ekspresi dan atau keindahan. Namun, seni rupa dinikmati oleh indra penglihatan

Berdasarkan fungsinya, seni rupa terbagi menjadi Seni Murni dan Seni Terapan
Seni Murni

Seni yang memiliki nilai estetika saja atau hanya bisa dinikmati keindahannya saja, contohnya :

Seni Lukis adalah cabang dari seni rupa yang hanya memiliki, panjang dan lebar dan pengembangan dari menggambar


1. SENI LUKIS

Media dalam seni lukis

kanvas

Lukisan Hunt 2 karya Raden Saleh


kulit

Tattoo

Dinding

Grafitti : Lukis dinding yang objeknya berupa tulisan


Mural : Lukis dinding yang objeknya berupa gambar

pasir


air


Kuku

Udara


Logam


Kayu


2. SENI PATUNG

Seni Patung adalah scabang dari seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah dan memiliki, panjang, lebar, tinggi dan volume. 

Patung Kayu

Patung Logam

Patung batu

patung tanah

patung lilin

patung es

patung semen


patung pasir

patung gipsum

Buah / makanan (food carving

Patung salju


3. SENI GRAFIS

Seni grafis adalah cabang seni bahwa proses membuat pekerjaannya menggunakan teknik pencetakan, biasanya di atas kertas

cetak saring (biasa disebut sablon)

Wood cut

4. SENI DEKORASI
Dekorasi adalah produk seni yang sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan




5. FOTOGRAFI / PHOTOGRAPHY

Photography dalam bahasa Yunani berasal dari kata Photos yang artinya cahaya dan graphos yang artinya gambar Sehingga fotografi dapat diartika sebagai “menggambar dengan cahaya” Berdasarkan objek foto yang diambilnya, fotografi terbagi menjadi beberapa kajian, yaitu :

Toy photography (fotografi mainan)

Foto jurnalistik

Foto model

Foto kuliner

Foto makro

Foto produk

Foto Landscape

Foto sport


Seni Terapan

Seni terapan adalah hasil karya seni yang memiliki nilai estetika atau keindahan dan nilai guna / fungsi pakai Seni terapan terbagi menjadi dua, yaitu kriya dan desain Seni kriya biasanya merupakan karya seni yang dibuat menggunakan keterampilan tangan (hand skill) tetapi tetap memperhatikan aspek fungsional dan juga nilai seni itu sendiri

A. Seni Kriya

Kriya Tekstil

Kriya Kulit

Kriya logam

Kriya keramik

Kriya bambu

Kriya kayu


Kriya rotan

B. Desain

Desain grafis adalah bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau PESAN seefektif mungkin. Dalam desain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol simbol yang bisa dibunyikan. Desain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan)

Desain grafis

Desain arsitektural

Desain komunikasi visual

Desain produk

Kamis, 24 Januari 2019

Contoh Kritik Seni Rupa










Judul karya : Ironi dalam Sarang


Nama Seniman : Mulyo Gunarso


Bahan : Cat Akrilik dan pensil di atas Kanvas


Ukuran : 140 cm x 180 cm


Tahun Pembuatan : 2008






1. Deskripsi Karya


Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan dengan metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure sentralnya. Material subjeknya merupakan gambar tentang semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran, didalamnya terdapat berbagai macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun pisang di atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada tradisi, potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening, disampingya juga terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik bening, dan entah mengapa diantara sejumlah makanan yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah, minuman soda bermerek coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri. Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.


Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140 cm x 180 cm dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik yang digunakan dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.






2. Analisis


Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda atau simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada asap. Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain, bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam deskripsi.


Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis pada background dengan kesan tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-semut sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak menghibur mata maupun pikiran kita untuk berfikir tentang permasalahan negri ini.






3. Intepretasi


Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang membaca karya seni boleh saja sama tetapi dalam menafsir akan berbeda karena diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.


Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial, yang selalu menjadi isu sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan, kehalusan tersebut bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam berserakan.


Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas dengan apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat) yang terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual “kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan pribadi maupun golonganya. Divisualkan dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang ironi semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya, meski cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya belum mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita tinggal (negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang bercampur dengan produk asing yang nyatanya lebih diminati.


Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disadurkan kepada audiens, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan tentang segala sesuatu yang lambat laun berubah.


Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri untuk berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh, pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket, café yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu masuk untuk menjadikan rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal tersebut berdampak pada nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau tidak dimulai dari kita






4. Penilaian


Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan berbagai kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme, ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang akan digunakan ialah paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.


Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai sebagai pengalaman estetik. Hasil karya sebagai representasi dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya mengenai hal tersebut.


Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh orang yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal yang sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan makanan lain yang berada dalam sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang mengerumuni beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini digambarkan seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk mereka tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu asing bagi mereka. Akan tetapi tidak semua orang ingin merasakan hal yang sama karena masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak dulu sudah menjadi miliknya.


Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang menjadi metafornya meskipun dia telah bereksperiman dengan berbagai media dan tema yang berbeda ,seperti yang dilakukan oleh para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan bentuk-bentuk baru tanpa meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso melukiskan tumpahan coca-cola sebagai pusat kerumunan semut untuk menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola diantara makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki komposisi warna dan penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang ia angkat.


Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya sepertinya sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang terdapat dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi ciri khas dalam setiap lukisan yang ia ciptakan.






DAFTAR PUSTAKA


Bangun C. Sem, 2001, Kritik Seni Rupa, Penerbit ITB, Bandung


Kadir, Abdul, 1975, Pengantar Estetika, Sekolah Tinggi Seni Rupa ’’ASRI‘’, Yogyakarta


Marianto M. Dwi, 2002, Seni Kritik Seni, Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, Yogyakarta


Sudarmaji,1979, Dasar kritik Seni Rupa, Dinas Museum dan Sejarah, Jakarta, Yogyakarta.